Meskipun seorang penghafal Al Qur’an, Ustadz Khoirul Huda, Direktur Griya Al Qur’an Akademi meminta agar para orang tua tidak pernah memaksa anak menghafal Al Qur’an. Jika itu terus dilakukan, akan berdampak kurang baik pada anak. Pengalaman Ustadz Huda patut disimak.
Pria yang sering dipanggil dengan Ustadz Huda itu kemudian bercerita pengalamannya di pondok pesantren tempat ia menghafal Al Qur’an, Ponpes Bidayatul Hidayah Mojokerto. Di tempat itu, ia sekamar dengan seseorang yang orang tuanya punya keinginan kuat agar anaknya bisa menjadi penghafal Al Qur’an.
“Itu tentu saja baik, hanya saja, keinginan agar menjadi penghafal Al Qur’an hanya ada di orang tuanya, tidak pada anaknya,” kata Ustadz Huda.
Setiap kali orang tua teman sekamarnya datang mengunjungi anaknya di pondok, selalu saja ada pertanyaan, “Sekarang sudah hafal berapa juz Nak?” Pertanyaan itu, Ustadz Huda menambahkan, sekilas wajar, namun itu menjadi beban yang sangat berat untuk sang anak.
“Saat juz pertama teman saya itu masih bisa mengejar, kami sama-sama berhasil mengahafal dalam waktu yang ditentukan. Begitu menginjak juz kedua, teman saya itu mulai keteteran. Saya sudah selesai juz dua, dia belum. Saat orang tuanya bertanya, ia sepertinya terpaksa harus berbohong kepada orang tuanya bahwa ia juga sudah menyelesaikan juz 2,” ceritanya.
Sampai kemudian Ustadz Huda saat itu sudah menyelesaikan juz 3, teman sekamarnya masih belum selesai juz 2, sementara orang tuanya tetap dengan pertanyaan yang sama ketika datang menjenguk anaknya. “Teman saya itu tiba-tiba saja tidak melanjutkan menghafal di pondok, entah karena apa,” imbuhnya.
eberapa waktu kemudian, setelah Ustadz Huda sudah menyelesaikan semua hafalannya, ia pernah bertemu dengan teman sekamarnya itu di jalan. Sebagaimana layaknya seorang teman, Ustadz Huda menyapanya. “Teman saya hanya menjawab ‘yooooo’, tapi dengan tampang bingung.” Sesaat kemudian ada seseorang yang menghampiri Ustadz Huda dan menyampaikan bahwa orang yang disapanya terkena gangguan jiwa.
“Saya tidak tahu sebab pastinya teman saya itu terkena gangguan kejiwaan, namun mungkin karena tekanan orang tuanya yang menjadi beban hidupnya sementara ia tidak mampu atau tidak berminat melakukannya,” kata pria 34 tahun itu.
Mengondisikan Agar Anak Mencintai Al Qur’an
Lalu bagaimana caranya agar membuat anak bisa menjadi penghafal Al Qur’an tanpa memaksanya? Ustadz Huda mempunyai tips untuk itu. “Kita tidak perlu memaksanya menjadi penghafal Al Qur’an, tapi berusahalah sebagai orang tua untuk mendekatkan anak dan menguatkan interaksi dengan AL Qur’an,” katanya.
Dalam hal ini, ia melanjutkan, orang tua punya peranan penting, karena orang tua lah yang punya otoritas membentuk lingkungan keluarga, orang tua lah yang bisa mengondisikan banyak hal. Jika anak selalu disajikan pemandangan bagaimana orang tuanya mengaji tanpa Al Qur’an, suatu saat ia akan punya keinginan untuk menjadi penghafal Al Qur’an. Jika anak selalu dikondisikan dekat, rutin berinteraksi dengan AL Qur’an, ia akan mencintai Al Qur’an.
“Yang penting bukan menghafalnya dulu, tapi bagaimana ia dekat dan mencintai Al Qur’an. Menghafal itu akan gampang setelahnya, jika ia sudah mencintai Al Qur’an. Apalagi metode menghafal sudah berkembang sedemikan pesatnya,” kata pria dengan 3 anak itu.
Ustadz Huda pun kemudian bercerita bagaimana ia mulai mencintai Al Qur’an. “Orang tua saya tidak pernah sekalipun meminta saya jadi penghafal Al Qur’an, saya bahkan saat pengen mondok sempat tidak boleh,” katanya.
Ya, ibu dan beberapa saudaranya justru tidak menyarankan masuk pondok Al Qur’an. “Kata mereka eman, karena di sekolah saya selalu ranking satu. Sementara di pondok kan berarti harus ikut kejar paket jika ingin ujian,” katanya.
Meski demikian, tekad Ustadz Huda untuk menjadi penghafal Al Qur’an sudah terlanjur bulat, ia tetap nekat masuk pondok untuk memulai menghafal Al Qur’an. Ustadz Huda mengaku, keinginannya menjadi penghafal Al Qur’an muncul karena sejak kecil selalu dikondisikan dekat dengan Al Qur’an.
Ia mulai tersadar, bahwa tradisi pergelaran kegiatan di keluarganya di Gresik selalu mengundang para hafidz di rumahnya untuk mengaji, membuatnya dekat dengan Al Qur’an. Kala itu, ia takjub melihat para penghafal Al Qur’an yang dengan sangat lancar melantunkan ayat demi ayat hingga tuntas tanpa melihat mushaf sedikitpun.
Tak hanya itu, ayahnya juga sangat sering mengajaknya ke majelis-majelis Al Qur’an. “Saya tidak tahu ke majelis ke berapa saya mulai sangat mencintai Al Qur’an, mungkin ke majelis ke 50, mungkin ke 70, saya tidak tahu. Yang jelas usaha ayah saya mengajak saya ke tempat-tempat itu membuahkan hasil,” kata pria yang sudah menyelesaikan studi pasca sarjananya di Universitas Muhammadiyah Surabaya jurusan Pendidikan Agama Islam ini.
Dalam proses menghafalnya, Ustaz Khoirul mengatakan bahwa orang tuanya memiliki peran terbesar dalam azamnya tersebut. “Jangan pernah menuntut hafalan, jangan ada paksaan. Komunikasikan dengan baik, beri motivasi dan dukungan, agar anak bisa menghafal dengan ikhlas,” pesannya.