Anaknya Dibiarkan Lapar! Inilah Sahabat Yang Membuat Rasulullah Menangis

Anaknya Dibiarkan Lapar! Inilah Sahabat Yang Membuat Rasulullah Menangis

Abu Dujanah radhiallahu ‘anhu, sahabat Nabi dari kabilah Khazraj. Beliau syahid dalam perang Yamamah ketika memerangi nabi palsu Musailamah al-Kadzab.

Selain dikenal pemberani di medan perang, Abu Dujanah juga seorang yang sangat menjaga diri dan keluarganya dari perkara haram. Suatu hari, usai shalat shubuh berjamaah bersama Rasulullah SAW, Abu Dujanah selalu terburu-buru pulang tanpa mengikuti doa ba’da shalat yang dipanjatkan Rasulullah.

Melihat gelagat ini, Rasulullah mencoba meminta klarifikasi pada Abu Dujanah. “Mengapa setiap kali kamu terburu-buru pulang dari jamaah shubuh. Apakah engkau tidak memiliki permintaan kepada Allah sehingga tidak pernah menungguku selesai berdoa. Ada apa?” tanya Baginda Nabi SAW.

Abu Dujanah menjawab, “Begini Ya Rasulullah,” kata Abu Dujanah memulai ceritanya.

“Rumah kami berdampingan persis dengan rumah seorang laki-laki. Di atas pekarangan rumah milik tetangga kami ini, terdapat satu pohon kurma menjulang, dahannya menjuntai ke rumah kami. Setiap kali ada angin bertiup di malam hari, kurma-kurma tetanggaku itu saling berjatuhan, mendarat di rumah kami.”

“Ya Rasulullah, kami keluarga orang yang tak berpunya. Anakku sering kelaparan, kurang makan. Saat anak-anak kami bangun, apa pun yang didapat, mereka makan. Oleh karena itu, setelah selesai shalat, kami bergegas segera pulang sebelum anak-anak kami terbangun dari tidurnya. Kami kumpulkan kurma-kurma milik tetangga kami yang berceceran di rumah, lalu kami kembalikan kepada pemiliknya.”

“Satu saat, kami agak terlambat pulang. Ada anakku yang sudah terlanjur makan kurma hasil temuan. Mata kepala saya sendiri menyaksikan, tampak ia sedang mengunyah kurma basah di dalam mulutnya. Ia habis memungut kurma yang telah jatuh di rumah kami semalam.”

Mengetahui itu, lalu jari-jari tangan kami masukkan ke mulut anakku itu. Kami keluarkan apa pun yang ada di sana. Kami katakan, ‘Nak, janganlah kau permalukan ayahmu ini di akhirat kelak.’ Anakku menangis, kedua pasang kelopak matanya mengalirkan air karena sangat kelaparan.

Wahai Rasulullah, kami katakan kembali kepada anakku itu, ‘Hingga nyawamu lepas pun, aku tidak akan rela meninggalkan harta haram dalam perutmu. Seluruh isi perut yang haram itu, akan aku keluarkan dan akan aku kembalikan bersama kurma-kurma yang lain kepada pemiliknya yang berhak.”

Mendengar itu, mata Rasulullah SAW berkaca-kaca, butiran air mata mulianya berderai begitu deras. Baginda Rasulullah mencoba mencari tahu siapa sebenarnya pemilik pohon kurma yang dimaksud Abu Dujanah itu. Abu Dujanah pun mengatakan bahwa pohon kurma itu milik seorang laki-laki munafik.

Tanpa basa-basi, Baginda Nabi mengundang pemilik pohon kurma. Rasulullah lalu mengatakan, “Bisakah tidak jika aku minta kamu menjual pohon kurma yang kamu miliki itu? Aku akan membelinya dengan sepuluh kali lipat dari pohon kurma itu sendiri. Pohonnya terbuat dari batu zamrud berwarna biru. Disirami dengan emas merah, tangkainya dari mutiara putih. Di situ tersedia bidadari yang cantik jelita sesuai dengan hitungan buah kurma yang ada.” kata Rasulullah menawarkan.

Laki-laki munafik ini lantas menjawab dengan tegas, “Saya tak pernah berdagang dengan memakai sistem jatuh tempo. Saya tidak mau menjual apa pun kecuali dengan uang kontan dan tidak pakai janji kapan-kapan.”

Tiba-tiba sahabat setia Abu Bakar as-Shiddiq RA datang. Lantas berkata, “Ya sudah, aku beli dengan sepuluh kali lipat dari tumbuhan kurma milik si Fulan salah satu yang varietasnya tidak ada di kota ini (lebih bagus jenisnya).”

Si munafik pun kegirangan sembari berujar: “Ya sudah, aku jual.”

Abu Bakar menyahut, “Bagus, aku beli.” Setelah sepakat, Abu Bakar langsung menyerahkan pohon kurma itu kepada Abu Dujanah. Rasulullah SAW kemudian bersabda, “Wahai Abu Bakar, aku yang menanggung gantinya untukmu.”

Kisah di atas disarikan dari kitab I’anatuth Thâlibîn (Beirut, Lebanon, cet I, 1997, juz 3, halaman 293) karya Abu Bakar bin Muhammad Syathâ ad Dimyatîy (w. 1302 H).

Baca juga: Kisah Sedih Sahabat Nabi, Suhail bin Amr

Exit mobile version