Namun tiba-tiba dari kejauhan sang nenek melihat di pintu penerimaan tamu, berdiri seorang pemuda tampan yang gagah dengan pakaian perangnya. Dan seketika itu pula suara musik terhenti, tamu-tamu berdiam tidak bersuara dan tidak bergerak sedikit pun, semua mata terarah kepada pemuda itu. Seakan-akan suasana yang tadinya ramai namun seiring dengan kedatangan pemuda itu semuanya menjadi hening, angin berhembus kecil dan sejuk.
Semua orang bertanya-tanya dalam hati siapakah gerangan pemuda itu. Akhirnya pemuda tersebut kemudian berjalan dengan santai ke arah singgasana pelaminan namun tetap tegap dan bibir penuh senyuman.
Sang macan putih betina bertanya-tanya dalam hatinya siapakah pemuda itu, sepertinya ia telah mengenalnya namun siapakah dia, tanyanya dalam hati. Sang pemuda terus berjalan santai, semua mata tetap mengikuti gerakan kemana pemuda itu berjalan tanpa berkedip sedikit pun. Jantung sang macan putih betina mulai berdetak cepat.
Dan ketika pemuda itu mulai dekat dengan singgasana pelaminan, macan putih betina kaget tersentak, ia melihat pemuda itu tak lain adalah pemuda dalam mimpinya. Pemuda yang ia cari sampai ke ujung barat dimana matahari terbenam.
Akhirnya air mata macan putih betina pun jatuh mengalir deras di pipinya, namun tak satu suara pun keluar dari mulutnya. Pemuda mulai menaiki anak tangga singgasana pelaminan yang tidak begitu banyak, dan sampailah ia di depan badak bercula, dengan tangan penuh keyakinan pemuda itu menyalami badak bercula sambil berkata “Selamat, semoga kau menjadi pemimpin keluarga yang baik”, dan pemuda itu terus berjalan, kali ini tepat berada di depan macan putih betina dan ia pun kembali berkata sambil tersenyum manis dihadapan macan putih betina.
“Wahai gerangan wanita yang didepanku, ku doakan semoga kau bahagia selalu”, macan putih betina pun semakin menangis tersedu-sedu namun pemuda itu terus berjalan dan sekarang tepat berada di depan ibu macan putih betina dan berkata “wahai ibu, kini kita berjumpa lagi, apa kabar, semoga engkau sehat selalu” air mata ibu pun mulai berlinang disela-sela matanya dan sedikit lagi pasti jatuh dipipinya.
Pemuda itu akhirnya turun dari singgasana pelaminan, menuruni anak tangga. Ia tak lagi melakukan apa-apa, kakinya berjalan menuju arah pintu keluar. Namun ketika sedang berjalan dan masih di tengah-tengah kerumunan para tamu undangan yang diam membisu, sang pemuda melihat sosok yang ia kenal, duduk tersenyum kepadanya, tak lain sosok itu adalah sang nenek.
Pemuda itu akhirnya menghampirinya dan ketika tepat berada di depan sang nenek, pemuda itu menundukkan sedikit kepalanya sebagai tanda hormat. Ketika pemuda itu menundukkan kepalanya, tiba-tiba kalung dengan simbol setengah hati dan bertali hitam yang dahulu diberikan oleh sang nenek kepadanya menyelinap keluar, menggantung dan berputar.
Alangkah begitu kagetnya macan putih betina yang melihat tidak begitu jauh, ia meraba lehernya dan merasakan kalung serupa yang dimiliki pemuda itu ada juga padanya. Ia keluarkan kalung tersebut dan terjadilah suatu keajaiban, kalung yang dikenakan oleh macan putih betina dan pemuda itu tiba-tiba bersinar secara bersamaan.
Pemuda itu menoleh ke arah macan putih betina sambil tersenyum sebelum ia mengangkat kepalanya. Sang nenek akhirnya berdiri kemudian dengan cepat merangkul pemuda itu sambil menangis, pemuda itu membalas rangkulan sang nenek sambil berkata “Sudahlah wahai nenek, mungkin ini takdir yang dimaksud oleh Sang Penguasa. Aku mengucapkan terima kasih atas undangan telepatimu akan pernikahan ini”.
Sang nenek melepaskan rangkulannya sambil berkata “Wahai pemuda kau begitu tegar, tabah dan sabar. Semoga kebaikanmu akan segera dibalas” ucapnya.
Sang pemuda kembali tersenyum, kemudian secara tiba-tiba ia melepaskan kalung yang ia kenakan dan berkata “Wahai nenek yang aku hormati, aku kembalikan kalung yang engkau pernah berikan kepadaku. Kini takdirku sudah berubah. Jodoh yang engkau janjikan padaku, kini sudah menjadi milik orang lain. Tolong berikan kalung ini kepada suami dari macan putih betina, karena kalung ini sebagai tanda ia harus menjaga macan putih betina sampai akhir hidupnya” ungkap sang pemuda.
Sang nenek berkata “Wahai pemuda, takdir itu tidak akan pernah berubah”. Namun sang pemuda menarik dengan lembut tangan sang nenek, kemudian kalung itu diletakkan diatas telapak tangan sang nenek sambil berkata “Ambillah nek, kenakanlah kalung ini kepada suaminya”. Sang nenek akhirnya menangis dan menerima dengan terpaksa kalung itu lalu digenggamnya.
Link Cerita: Part 1, Part 2, Part 3, Part 4, Part 5, Part 6, Part 7, Tamat