Aplikasi Pembayaran Tagihan Air
Aplikasi Pembayaran Tagihan Air
Belajar Ngoding di Channel Sekolah Otodidak

‘Islam Yang Mapan’ Versus ‘Islam Yang Berubah‘

Adonis Arkeologi Sejarah-Pemikian Arab dan Islam
Adonis Arkeologi Sejarah-Pemikian Arab dan Islam
template wordpress
Sewa Hosting

Membaca buku ‘Arkeologi Sejarah-Pemikiran Arab-Islam’ yang diterjemahkan dari buku aslinya Ats-Tsâbit wa al-Mutahawwil: Bahts fî al-Ibdâ’ wa al-Ittibâ’ ‘inda al-‘Arab, buah karya Ali Ahmad Said yang akrab dipanggil dengan Adonis, seorang penyair Arab kontemporer dan budayawan besar Arab masa kini sungguh inspiratif dan menakjubkan.

Buku ini tidak saja memetakan watak nalar masyarakat Arab-Islam ke dalam dua kategori, watak imitatif (ittiba’) sebagai kelompok yang menghendaki kemapanan (ats-tsâbit) dan watak kretif (ibda’) sebagai kelompok yang menghendaki perubahan (al-mutahawwil) dalam keseluruhan perwujudan budaya dan peradaban mereka.

Tapi juga membongkar kedok keduanya dalam pertentangan dan pertarungan yang begitu hebat hingga tak jarang melahirkan benturan dan gesekan yang keras lagi mematikan. Di samping itu, buku ini memuat seluruh aspek dari sejarah-pemikiran Arab-Islam, baik politik, sosial, ekonomi, filsafat, teologi, fiqh, sufisme, bahasa dan sastra.

Begitu kritisnya Adonis—penulis yang pernah diusulkan meraih nobel di negerinya—melihat dan membaca setiap informasi yang ada. Maka tidak heran jika kritik dan cacian banyak dialamatkan kepada buku ini dan juga penulisnya. Kata-kata kafir dan murtad merupakan label yang sering disematkan kepadanya.

Baca juga: Penjelasan Ustadz Adi Hidayat Tentang Vaksin Sinovac

Ironisnya, kritikan tersebut lebih sering muncul dari tokoh-tokoh yang sebenarnya tidak paham dan bahkan sama sekali belum pernah membaca karya Adonis ini. Sebagaimana dilakukan oleh Prof. Shalih Judat yang menjuluki Adonis sebagai salah satu “berhala kejahatan” dan menuduhnya sebagai musuh bangsa dan nasionalisme Arab.

Padahal sikap seperti ini sudah dikhawatirkan Imam al-Ghazali dalam salah satu kitabnya “Maqâsidh al-Falâsifah”. Ia menegaskan bahwa fa Inna al-Wuqûf ‘alâ Fasâd al-Mazhâhib qabla al-Ihâthati bi Madârikihâ Muhâlun bal Huwa Ramâ fî al-‘Imâyati wa adz-Dzhalâlati, bahwa memberikan penilaian atas suatu kelompok tanpa mengkaji dan menganalisisnya terlebih dahulu sungguh merupakan kezholiman dan kejahatan yang mengerikan. Sikap ini harus dijauhkan dari kehidupan kita.

BACA  Hidup Menuju Kematian
Sewa Hosting

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *